—Jika ingin meng-COPY tolong sertakan sumber :D—
Penerjemah : D.Blank13th
Chapter 5
1÷0=Etherealness
Part I
“Nyaha~, Jii-chan itu khawatiran nya~♪”
Sembari tertawa seperti itu, kakak tertua Flugel—First Unit—Azriel terbang seakan melambung.
“Jii-chan itu mudah terganggu~…tapi! Itu juga imut nyaa~!! ❤ Jii-chan kecil juga sangat imut nyaa~…haa… mantra pemulihan sangat tidak menyenangkan nya.”
Azriel dengan sengaja menyukai nomor terluar—Jibril, yang saat ini adalah adik perempuan paling muda.
Jibril yang tindakannya tidak dapat dibaca, tanpa jalur, dan bebas tanpa hambatan, akan pergi sendirian, dan kembali setelah menaklukkan seekor Draconia.
Tujuan dan alasan yang tidak menentu, tidak ada yang dapat menebaknya.
Tapi, itu juga adalah bagian dari “ketidaksempurnaan” yang diberikan oleh Tuan-nya, dan itu dianggap sangat menggemaskan.
—Meskipun, Jibril sendiri yang dianggap seperti itu merasa sangat tergganggu.
Menggunakan kekuatan besar yang dimiliki Flugel, dan menempatkannya semuanya dalam sebuah serangan dan melepaskannya—itulah [Air Strike].
Setelah Jibril menggunakan itu, dan kembali ke rumah dalam bentuk anak kecil, Azriel terus menggesek pipi Jibril selama seminggu penuh.
Setelah akhirnya membentaknya, Jibril meminta mantra pemulihan—untuk memulihkan kekuatannya yang hilang dan saat ini dengan fungsinya ditahan.
Sejujurnya, pemulihan alami—akan selesai dalam lima puluh tahun, meski Azriel pikir tidak apa untuk menunggu—
————…………
Setelah kembali ke area singgasana, Azriel melipat sayapnya, merendahkan halo cahaya-nya, dan berlutut perlahan.
“Bagaimana Jibril [Individu Paling Luar]?”
Yang bersantai di kursi tertinggi, adalah seorang pria yang menunjukkan otot-otot kokoh seperti batu besar—
Dewa terkuat dan Dewa Perang, pencipta pada Flugel—Old Deus Artosh.
Sebuah tubuh yang berkali-kali lebih besar dari kita. Jenggot hitam tebal seperti baja menggantung, dan dipunggunggnya delapan belas sayap seolah sebuah mantel. Dengan sosok yang mengukir dalam, hanya dengan dilihat oleh mata emas tajam itu, Azriel merasa otaknya mati rasa.
Tapi, Azriel tahu. Bahkan dengan kehebatan itu dia hanya dapat memegang daya tarik dan kekaguman.
Dia sendiri adalah sebuah pecahan dari sang pencipta, sebuah tetesan di samudera besar, tidak lebih dari sedikit gambaran kekuatan besar.
“Dia melibatkan sebuah Ex-Machina selama ekspedisi tunggal-nya, dan karena kelelahan menggunakan [Air Strike] dia saat ini berada dibawah mantra pemulihan, Rajaku.”
Azriel melaporkan dengan hormat seolah berdoa, tapi jujur ini adalah sebuah cerita yang maksudnya sangat tidak jelas.
Hanya sebuah logam besi yang berjalan—Itu hanyalah sampah yang dapat merusak pemandangan jika dalam sebuah kelompok.
Orang yang membuat penyerangan pada mereka menjadi tabu adalah Azriel sendiri, tapi itu bukan karena dia merasa bahwa mereka adalah ancaman.
Itu hanya karena, dia sangat tidak suka memiliki kekuatan yang dianugerahkan pada mereka dari Sang Raja ditiru dengan rendah.
Jika mereka pergi dengan semua Flugel, mereka dapat menghabisi sekumpulan logam besi itu tanpa memberi mereka waktu bahkan sebuah [reaksi]-pun.
—Meskipun, harusnya seperti itu.
Ada arti sebenarnya dari Jibtil—yang mencurahkan sehuab [Air Strike] kekuatan penuh pada satu dari kumpulan logam tua itu.
“—Begitu. Kuku, Aku mengerti—“
Sang Raja tertawa tinggi seolah mengetahui sesuatu, tapi Azriel tidak memahami apa maksudnya.
Sang Raja tidak bicara banyak. Oleh karena itu dia tidak dapat menebak hati Sang Raja.
—Tidak, dia pikir dan merasa malu pada kesombongannya sendiri.
Itu adalah ketinggian dari ketidakhormatan, seseorang seperti dirinya ingin menebak hati dari Sang Raja, dari Dewa.
Sang Raja adalah yang terkuat. Sang Raja adalah puncak. Dewa terkuat, Dewa Perang Artosh—Raja diantara para Raja.
Yang terhebat—Sang Raja memiliki konsep [Perang] sebagai akar dirinya tidak memiliki musuh. Itu karena dia adalah yang terkuat sehingga dia jadi yang terkuat.
Tapi bagi Azriel, sudah lama semenjak dia melihat Sang Raja dengan wajah itu—dengan seringai garang.
Berapa ribu, berapa puluhan ribu tahun, Sang Raja dengan prihatin, duduk dengan malas di singgasana-nya hanya sambil menopang pipinya.
Dan sekarang—dia terlihat begitu bahagia hingga siapapun yang ada disisinya bisa mengetahuinya hanya dengan melihatnya.
“Sudah dekat—akhirnya, orang yang akan membunuh diriku sepertinya sudah muncul.”
Pada kata-kata itu Azriel menelan nafasnya, tidak mungkin, dia menjawab sambil meninggikan alisnya.
“Di daratan ini, orang yang dapat menandingi diriku tidaklah ada.”
Pada kemurungan Sang Raja, Azriel juga hanya mengetahui alasan untuk itu—Sang Raja adalah Dewa Perang.
—Perang dengan kata lain, saling membunuh.
Bersaing, berjuang, membunuh dan dibunuh, dengan mempertaruhkan hidup dan mati itu, memoles
keberadaan dan jiwa seseorang.
Pertukaran itu yang berlanjut dalam sebuah lingkaran sendiri, adalah konsep yang melahirkan Sang Raja, dan esensi-nya.
Itulah sebabnya Sang Raja berdiri di medan pertempuran, dan menarik niat membunuh.
Benci, marah, memberontak, mempertaruhkan kehidupan fana mu, sampai batas kebijaksanaan, dan dengan bodoh menantangku.
Semua itu—justru karena itu akan diinjak-injak dengan kekuatan yang melimpah—itulah dia, oleh sebab itu, [Yang Terkuat].
Dia adalah yang menyebarkan senjata di dunia, dan mewakili kekuatan dan hukum. Yang mendefinisikan yang terkuat, itulah Sang Raja.
…Tapi, pembantaian sepihak—tidak bisa disebut [Perang]. Oleh karena itu—Sang Raja tenggelam dalam kebosanan abadi.
“Yang terkuat tidak ditantang oleh siapapun…apa ada maksud didalamnya?”
Dan dalam sekejap, Sang Raja menghapus senyumnya dan merendahkan pandangannya kearah bawah dengan tatapan dingin—dan pada saat itu.