─̶─Jika ingin meng-COPY tolong sertakan sumber :D─̶─
Penerjemah : D.Blank13th
Chapter 2
1x1=Aimless
Part VI
─̶─ini adalah hari yang benar-benar.....sangat panjang.
Mempertaruhkan hidup seseorang untuk mencari sesuatu, dan hasilnya adalah─̶─ “....Ini, adalah....Kamar....Riku?” Memberi pandangan yang aneh terhadap kamar Riku, seorang gadis Ex-Machina yang tidak diketahui.
“Apakah kau takut karena itu terlalu lusuh?” “....Itu sangat......Menakutkan.”
Bahkan Ex-Machina bisa mengatakan kata sanjungan dan ironis, Riku bercanda pada dirinya sendiri.
Mungkin disiapkan oleh Coron─̶─Riku mengulurkan tangan untuk makanan yang ditempatkan di tempat tidur empuk yang berada di lantai.
Sekarang, semua yang Riku inginkan adalah untuk menyelesaikan makannya dan tidur seperti sebuah batang kayu. “...Melakukan, apa....?”
“Meskipun ini tidak penting untuk Ex-Machina-sama, manusia akan mati jika kami tidak makan oh.”
Riku santai berkata sambil dengan lelah memakan makanannya dengan garpunya.
“Jadi, aku akan berbaring setelah memakan ini....Kau lakukanlah sesuatu dengan benar, aku kira.” “....Un, aku mengerti......Lakukan, sesuatu dengan benar...”
Setelah gadis itu mengkonfirmasi peta Riku, alat pengukur dan lain-lain─̶─dia tiba-tiba mengusulkan sesuatu.
“......Riku, bermain game bersama......Oke?” “─̶─kenapa?”
Melihat Riku yang berhenti menggerakkan garpunya, ShuVi diam-diam menunjuk rak buku.
Apa yang dia tunjuk adalah─̶─papan catur yang Riku ambil ketika rumahnya hancur.
Menggunakan ekspresi murung dia melihat papan, dia menjawab dengan jijik.
“Aku menolak. Waktu itu, pertarungannya terpaksa. Semua game itu, hanya digunakan oleh anak-anak yang bosan mainkan.”
“.....?..Mengapa...?”
“Karena kenyataan tidak sesederhana game.” Tanpa aturan, tidak akan ada pemenang.
Hidup, atau mati. Tidak ada lagi. Di dunia ini─̶─
“Game hanyalah mainan anak-anak, kita tidak bisa membuang-buang waktu tak perlu, dan kita tidak punya tenaga untuk melakukan ini.”
“....Jika ini, tidak berarti, lalu?”
Tanpa disadari, ShuVi sudah menempatkan bidak catur di papan dan melanjutkan.
“......Jika kamu mengalahkan ShuVi....Lalu aku akan berikan....Intel yang Riku inginkan.” “─̶─apa?”
“....Seperti asal-usul Perang besar, alasan...Faktor-faktor untuk mengakhirinya...Dan semacamnya...”
Tepat sasaran, Riku menolak saran ini. “Ha... ini membosankan.”
Alasan kenapa Perang besar dimulai? Faktor-faktor untuk mengakhirinya? ─̶─Aku tidak peduli. Perang tanpa akhir. Tak peduli alasannya, bagaimana bisa mengetahui kebenaran tentang Perang
besar mengubah sesuatu?
Selain itu, faktor-faktor untuk mengakhirinya? Jika itu bisa dicapai, maka itu akan terealisasi sejak lama.
Jika orang-orang yang menghancurkan dunia tidak bisa mencapainya, maka sebagai manusia, itu pasti tidak mungkin.
Jadi─̶─Riku menolak. Sia-sia bahkan jika dia tahu. Harapan yang sia-sia, akan menyebabkan putus asa yang lebih dalam.
Perang besar akan berakhir suatu hari nanti, karena tidak ada bukti yang menyatakan bahwa tidak akan─̶─jadi orang-orang tidak bisa menyangkal fakta-fakta bahwa ada [Harapan].
Tapi jika bukti itu diberikan, dan jika manusia hidup dalam penyangkalan dengan kata-kata itu.
─̶─apa yang tersisa dari manusia akan menjadi dunia yang tandus, sepi, rusak dan hancur.
Itu cukup hanya nyaris bertahan sebagai manusia yang bisa dihapus dengan sebuah pukulan. Jadi─̶─
“Tidak tertarik, tak ada alasan untuk tahu. Jika itu adalah sesuatu yang aku ingin tahu─̶─“ Menunjuk garpunya pada ShuVi, Riku menyipitkan matanya dan berkata.
“Itu akan menjadi arti dari selamat, tidak lebih.”
─̶─salah satu dari orang yang mendorong manusia menuju jurang kepunahan.
“Pengetahuan, matematis, desain teknologi Ex-Machina─̶─jika aku menang, kau harus memberi semua itu padaku.”
Semua kekuatan itu akan digunakan untuk manusia. Untuk bertahan hidup, itu akan untuk hari esok─̶─bukan untuk [Hari ini].
“...Un...Aku, mengerti...”
ShuVi mengangguk dengan ekspresi sedikit penyesalan, Riku melanjutkan. “Lalu bagaimana jika aku kalah ?”
Sebagai mesin yang penuh perhitungan, pasti ada sesuatu yang Ex-Machina inginkan.
ShuVi blak-blakan menjawab dalam menanggapi senyum kecut Riku dan berkata, “...[Bertukar]....”
ShuVi melanjutkan sambil menatap langsung ke mata hitam Riku.
“...Aku ingin memahami [Hati]....Aku memerlukan kecerdasan...pemahaman Riku tentang [Hati].”
“Kau ingin memahami sesuatu yang sulit diungkapkan dengan benar, ini pasti apa yang kau maksud, benar?”
“....Un, jadi, aku meminta...Sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata...Aku membutuhkan..Upaya untuk memiliki saling-pengertian dengan ShuVi.....”
“.....Baiklah.”
Mengatakan ini, Riku menempatkan makanannya kesamping, dan duduk didepan papan catur─̶─dan bersiap untuk memulai permainan.
......Dia menatap papan. Kapan terakhir kali dia serius berpikir tentang pertanyaan, hati Riku tidak bisa membantu selain berpikir.
Menghadapi kekuatan komputasi yang Ex-Machina miliki dan untuk menghitung cara terbaik dalam permainan catur untuk menang?─̶─mustahil.
Tapi tindakan ShuVi sejauh ini, sedang tidak mengetahui apa-apa tentang hati manusia, menyebabkan perasaan ini gagal.
Hai ini menunjukan bahwa ada keberadaan yang [Ada faktor yang komputasi tidak bisa pecahkan].
Hanya dengan melihat papan, menang adalah mustahil.
Namun, faktor psikologis dan strategi─̶─keefektivitasan ini tinggi.
“─̶─Skak.”
Riku yang percaya semua ini, menyiapkan perangkap sederhana, ShuVi yang dengan mudah terperangkap didalamnya di skak.
“.....Skak.”
Tapi ShuVi yang menemukan kesalahan segera mengambil langkah untuk memperbaikinya.
Perangkap yang sama tidak akan bekerja untuk kedua kalinya─̶─itu seolah fakta ini dikatakan pada Riku. Tidak, ini adalah spesialitas menjadi manusia.
Apa yang harusnya dia lakukan?─̶─sederhana. Menggunakan tindakan yang berbeda dengan mengubah strategi.
Jumlahbimbingan psikologis, umpan atau strategi yang dapat dimanfaatkan adalah─̶─[Tidak terbatas].
Jika kau bisa menghitung tak terbatas─̶─maka cobalah untuk menghitungnya, Ex-Machina─̶─!!
Riku tidak ingat ketika saat kelelahannya menghilang, suasana hatinya sangat intens, tiba-tiba─̶─
“.....Riku, tertawa...” “─̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶─a,pa?”
Terkejut dengan apa yang ShuVi tiba-tiba ucapkan, Riku melebarkan matanya dan dengan lembut menyentuh mulutnya.
─̶─karena dia menegaskan bahwa mulutnya berhubungan dengan faktanya, mata Riku melebar lebih jauh.
Seakan tidak dapt merasakan keadaan beku Riku, ShuVi melanjutkan permainan caturnya. “...Riku, di game...Tidak terisolasi...eh...”
─̶──̶─diam. Jangan bertanya, jangan dengar, tutup telinga─̶─Riku meneriakan semua itu dalam pikirannya, tapi─̶─
“─̶─apa, kau bilang...” “........[Hati].....”
─̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶─*ka*.
“...Di dunia ini, manusia mampu selamat..Untuk mengatakanya dari sudut pandang biologi...Adalah tidak biasa..”
─̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶─.................*Cha*.
“....Alasan itu....Aku ingin tahu....[Hati] Riku...” “─̶─hahh.”
─̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶─di suatu tempat di tubuh Riku.
─̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶─sesuatu, terdengar keluar. “Ap, apa kau bercanda?”
─̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──rusak.
Riku tiba-tiba kehilangan kendali. Ketika dia mendapat kembali kendali, dia mengangkat kepala ShuVi dengan jari-jarinya menggunakan kekuatan untuk menghancurkan.
Tapi bagi Ex-Machina, ini bukan apa-apa untuk mereka. ShuVi melihat Riku dengan mata seperti-kristalnya.
─̶─mata seperti-kristalnya memantulkan sosok Riku. “....Kecuali, kau, tidak menyadari posisimu?” sampai saat ini, Riku akhirnya mengerti─̶─ah, begitu.
Sebelum bertemu dengan mesin pembunuh ini, dia mengusutkan rantainya, menutup kuncinya, dan menyegel perasaan dan kenangan yang tak terhitung jumlahnya.
Hal seperti marah, antipati, tabu, dendam, jijik, kebencian kebencian kebencian kebencian kebencian kebencian kebencian sakit, dll─̶─membangun emosi yang tak terbatas.
Dia menutup [Kunci]-nya, terhadap keteladanannya yang kuat, hati kacaunya, kenangannya dan perasaannya.
─̶─akhirnya, karena kewalahan, suara hal yang hancur datang.
Sebuah pertanyaan rasional─̶─apa ini? Ahh, itu adalah salah satu orang yang ingin menghancurkan manusia.
Perasaan juga mempertanyakan─̶─dalam menghadapi hal ini, bagaimana seseorang bisa tetap tenang?
Ahhh ya─̶─haha─̶─bagaimana bisa orang tetap tenang berpikir ketika dalam situasi ini.
“Membabi buta membunuh kami, menghilangkan segalanya milikku, terus mengulangi hal seperti itu, aku pikir kau akan mengatakan.....[Hey hey, suasanan hati manusia itu seperti apa]? Haha, sebuah [Hati] manusia, ahhh biarkan aku memberitahumu.”
“KALIAN SEMUA BISA PERGI SAJA KE NERAKA!!”
─̶─tulang di tangan Riku berteriak. Pada tingkat ini, jarinya mungkin hancur.
Di suatu tempat di benaknya, seseorang mempertanyakan─̶─hasil apa yang akan orang raih dari melakukan hal ini.
Namun, terlepas dari perasaan rasionalitas, ─̶─kalian semua diamlah. “─̶─
HA,HAHAHA,HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!”
Bagaimana mungkin seseorang tidak tertawa dalam situasi ini. Karena ini adalah pertama kalinya rasionalitas dan emosi datang menjadi satu!!
Seperti ini, kekhawatiran tidak diperlukan. Bahkan jika jarinya hancur, Riku masih geram terhadap ShuVi.
“Karena alasanmu, berapa banyak orang yang mati, apakah kau mengerti!! BERAPA BANYAK ORANG YANG TERBUNUH!? BERAPA BANYAK ORANG─̶─“
Dibunuh oleh tanganku─̶─ “....Ma, af...”
ShuVi menghibur dengan lembut, berbeda dengan teriakan Riku.
Bisakah permintaan maaf memecahkan masalah ini─̶─saat Riku hendak membalas hal ini, ShuVi mulai membelai pipi Riku dan berkata.
“....Untuk membiarkan Riku, menangis....Maka, ShuVi, pasti mengatakan sesuatu yang mengerikan, maka, spekulasi...”
─̶─.....A,pa?
Riku memelototi ShuVi yang membelai pinya, tangannya ternodai dengan air mata.
“Menggenggam....[Hati]....Riku.....Ingin membunuh ShuVi....” Perkataan ShuVi selanjutnya membuat pikiran Riku menjadi kosong. “....ShuVi, itu.....dihapus dari link...”
Dalam gelap, dia mengatakan pada Riku bahwa itu tidak perlu dikhawatirkan tentang Ex-Machina yang lain tahu.
ShuVi membuka dadanya dan menunjuk paket mekanik kompleks, bagian yang memancarkan cahaya─̶─
“....Gunakan garpu itu, tusuk disini, dengan begitu... ShuVi... akan mati.”
Mungkin dia sadar bahwa ada beberapa rasa yang kasar dengan kata-katanya, dia merevisinya dengan ekspresi bingung.
“?....Mati......Tidak, secara biologi.....Berhenti secara permanen─̶──̶──̶──̶─perbaikan, mustahil.....Semuanya hancur?”
Dia terlalu spesifik. Secara alami, dia melanjutkan.
“....ShuVi..Ingin seperti Riku.....Memiliki [Hati] yang sama.....Jadi.....Bi,sa oh.....” ShuVi berbicara, seakan itu alami.
Mengahadapi mata hitam itu yang mencerminkan tubuhnya sendiri, remaja yang
Memiliki sebuah [Hati]─̶──̶─dia [Meminta].
“.....Mematuhi pikiran dalam...Untuk membunuh.....ShuVi?”
─̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶──̶─haha.....
─̶─ini tidak benar, Riku.
Untuk ingin mengelak dari tanggung jawabmu saat ini─̶─pada akhirnya, serendah apa kau ingin membungkuk.
Berbicara tentang akar ini, itu karena orang-orang yang memicu [Perang Besar].
Tapi kematian dari 48 orang─̶─Chaden, Anton, Elma, Kerry, Dilo, Sirius, Addo, Daler, Deven, Lucus, Wayne, Eric, Charlie, Tommy, Sindt, Benang, Za Za, Zelge, Morey, Golovin, Pita , Arthur, Morton, Kimi, Dutton, Cilson, Sandy, Wally, Kay, Sabrile, Rirai, Bo Bo, Cotton, Luke, Samuel, Simon, Wolf, Ben, Yale, Kelvin, Ahmad, Bell, Harrod, Berrod, Mariah, Melissa, Karim....
─̶─dan juga, Ivan.
Mereka adalah orang-orang yang disuruh untukmati, Terlepas dari apapun alasannya.
Itu tak lain dari─̶─Riku.
─̶─*peng*
Riku melonggarkan tangannya dan ShuVi duduk di lantai.
Tidak dapat melanjutkan melihat mata seperti-kristal ShuVi, Riku membalikkan tubuhnya. “.....Saatnya tdur.”
Mengatakan itu, dia berbaring di tempat tidur yang ditenun dengan jerami.
“....Kenapa...Kamu tidak membunuhku...?” Terdengar suara meragukan namun luar biasa ShuVi. “─̶──̶──̶─bagaimana aku tahu, aku tidak mengerti, bajingan!! JADI BISAKAH KAU
TOLONG DIAMLAH!!”
Kenapa aku tidak membunuhmu? Ada alasannya.
─̶─seperti bagaimana mungkin kau membandingkanku dengan kalian.
─̶─seperti bagaimana orang mati tidak dapat dihidupkan kembali.
─̶─seperti bagaimana ini bisa memecahkan masalah.
Dia bisa mendaftar semua argumen retoris ini jika dia mau.
Tapi Riku akan merasa bahwa ini akan jadi menjijikan jika dia melakukannya. Dia tidak memiliki hak untuk berbicara tentang orang mati.
Karena, meskipun Riku bisa mengatakan kata-kata untuk mengirim seseorang ke kematian mereka. Tapi secara pribadi, dia tidak membunuh siapapun. Dia sepengecut ini.
“....Maafkan aku....”
Apakah dia melakukan sesuatu yang salah─̶─mungkin, dia mungkin telah salah paham niat Riku.
Suara ShuVi tampak menyesal.
Riku sekali lagi dilanda perasaan mendalam membenci dirinya sendiri.
─̶─tidak bisa, mengatasi ini lagi.....Aku tidak mengerti...Banyak hal yang terjadi....
“...Jangat pergi dari pandanganku. Jika kau ingin merugikan orang lain dalam koloni....” “...Un....Aku tahu....”
ShuVi terang setuju dengan nada yang santai, Riku merasakan tekanan berat padanya lagi bahkan lebih.
“.....Apa, yang ingin kulakukan pada akhirnya....”
Meskipun dia mencoba untuk menanyakan pertanyaan itu, Riku merasa bahwa dia sendiri sudah tahu
Jawabannya.
─̶─dia sudah rusak.
Terlepas dari niatnya, Riku memiliki salah satu Ex-Machina yang mendorong manusia ke jurang kepunahan sebagai rekan.
─̶─karena dia berhasil menunjukkan bahwa ia memiliki [Hubungan teman] dengannya
─̶─maka, dia sendiri bukan manusia lagi kan.
Dibandingkan dengan Ex-Machina yang terganggu karena dia khawatir, dia sendiri merasa bahwa─̶─dialah yang lebih seperti mesin.
Saat ini, dia terus [Menghitung]-nya.
─̶─menggunakan pemikiran rasional, membunuhnya akan menjadi yang terbaik.
─̶─tapi ada terlalu banyak faktor yang tidak pasti. Hal ini tidak bisa dipercaya bahwa dia dilepas dari link.
─̶─sampai akhir, bisakah dia dibunuh. Kebohongan –adakah kemungkinan ditipu olehnya?
Tapi, Riku bertanya pada dirinya sendiri.
[Berpikir sampai sejauh ini, aku harus membiarkannya.]
Tidak. Hanya─̶─dia merasa sesuatu tidaklah benar. Namun, dia tidak tahu apa yang salah.
Jika dia harus mengatakannya─̶─itu adalah semuanya. Apapun yang dia rasakan, adalah salah.
“Kau bilang [Hati] manusia?.....Hal semacam itu, akulah yang ingin tahu.....Sialan.....”
“?.....Riku....?”
Menutup matanya, dia tampaknya mendengar suara tidak pasti ShuVi.
Lelah, setan tidur dengan mudah mennyambar kesadaran Riku dan menyeretnya menuju kegelapan.