Tolong matikan adblock dan script blocker Anda untuk melihat halaman ini.

─̶─Jika ingin meng-COPY tolong sertakan sumber :D─̶─


Penerjemah : D.Blank13th


Chapter 1

Senpai-ku adalah seorang Bunny Girl

Part I


Azusagawa Sakuta bertemu dengan bunny girl liar di hari itu.

Hari terakhir Golden Week.

Dia mengendarai sepedanya selama sekitar 20 menit dari apartemennya. Dia dapat melihat jalan-jalan di sekitar Stasiun Shonandai dan dimana jalur Odakyu Enoshima, jalur Soma Izumino, dan jalur ketiga kereta bawah tanah kota Yokohama berpotongan. Ada beberapa bangunan tinggi yang tampak di pinggiran kota di atmosfer tenang kota komuter.
(TL Note: Kota Komuter adalah kota yang penduduknya biasanya bekerja di tempat lain, meskipun mereka tinggal, makan dan tidur di lingkungan tersebut. Nama tersebut juga menunjukkan bahwa komunitas ini hanya memiliki sedikit aktivitas komersial atau industri di luar sejumlah kecil ritel, yang berorientasi pada penduduk setempat.)

Melihat ke stasiun di sebelah kiri, Sakuta berbelok ke kanan di [lampu lalu lintas]. Perlu kurang dari satu menit untuk sampai di perpustakaan.

Setelah meninggalkan sepeda di tempat parkir sepeda yang setengah terisi, Sakuta melangkah ke perpustakaan. Ada ketenangan tertentu di perpustakaan yang membingungkannya meskipun ini bukan kali pertamanya di sana. Tubuhnya sedikit menegang.

Di lingkungan ini, hanya perpustakaan terbesar yang memiliki banyak pengunjung. Di sudut dekat pintu masuk dengan majalah dan surat kabar, seorang pengunjung biasa sedang membaca koran olahraga dengan wajah kesulitan. Aku penasaran apakah tim kesayangannya kalah kemarin.

Dari loket sewa, orang bisa melihat bahwa meja yang ditujukan untuk belajar di belakang hampir terisi penuh. Beberapa orang, yang terdiri dari siswa SMA dan mahasiswa, sedang mengerjakannya di laptop mereka.

Setelah menemukan apa yang dia cari dari kejauhan, Sakuta pindah ke rak buku dengan [novel-novel kontemporer hardcover]. Melihat-lihat buku-buku itu, dia memeriksa buku-buku yang disusun menurut abjad, mencari bagian “yu”. Tingginya hanya sekitar 172 cm, rak buku pendek itu sampai ke pinggang Sakuta.

Dia dengan cepat menemukan buku yang diminta adiknya carikan. Judul bukunya adalah “Pangeran yang Memberiku Apel Beracun”, yang ditulis oleh Yuigahama Kanna dan seharusnya telah dirilis sekitar empat atau lima tahun yang lalu. Dia sepertinya menyukai karya sebelumnya dari penulis yang sama dan memutuskan untuk membeli lebih banyak buku.

Meski buku itu sedikit kotor dan bekas, Sakuta mengambil buku itu dari rak buku pendek itu.

Dia mendongak dan membawa buku itu ke loket sewa. Pada saat itu, “itu” muncul di depannya.

Ada seorang bunny girl di depan rak buku.

“...”

Dia berkedip beberapa kali. Itu tampak seperti ilusi─̶─ tapi entah begaimana berbeda. Sosoknya pasti ada.

Dia memakai sepatu hak tinggi hitam mengilap. Stoking hitam membentang di sekitar kakinya yang panjang dan ramping dan cukup transparan untuk bisa melihat warna kulitnya. Demikian pula, leotard hitam menyoroti tubuh langsing dan idealnya sementara juga menampilkan belahan dadanya.

Cuff putih mengitari pergelangan tangannya. Dasi kupu-kupu hitam, seperti yang diharapkan, ada di lehernya.

Mengurangi tinggi dari sepatu hak tingginya, tingginya sekitar 165 cm.

Dia memiliki tatapan agak bosan dan wajah dingin, tapi membawa udara menggoda dan seperti orang dewasa di sekitarnya.

Awalnya, Sakuta bertanya-tanya apakah itu adalah semacam set film. Namun, tidak ada staf TV dewasa di sekitar daerah tersebut. Dia benar-benar sendirian.

Di tengah perpustakaan, keberadaannya melayang. Atau lebih tepatnya, seperti tidak pada tempatnya. Bunny girl pastinya lebih biasa berada di kasino Las Vegas atau “toko” tertentu, tapi perpustakaan itu pastinya bukan tempat yang tepat untuk mereka.

Namun, Sakuta terkejut karena alasan yang berbeda─̶─ meski penampilannya mencolok dan menyolok, tidak ada yang memperhatikannya.

“Apa-apaan?”

Dia berbicara tanpa segaja. Seorang pustakawan di dekatnya memberinya tatapan buram setelah omongannya, menyuruhnya diam. Sakuta membungkuk kecil ke arah pustakawan itu sambil berpikir, “Tidak, tidak, ada orang lain yang harus kau khawatirkan”.

Karena perilaku pustakawan itu, Sakuta anehnya yakin.

Tidak ada yang peduli dengan bunny girl itu. Meski seharusnya menimbulkan keributan, tak ada yang memperhatikan penampilannya.

Biasanya, jika ada bunny girl yang menstimulasi, seorang mahasiswa yang sedang berjuang mengerjakan enam makalah sekaligus akan mengangkat kepalanya. Orang tua yang membaca koran akan terus berpura-pura membaca koran sambil meliriknya.

Bahkan seorang pustakawan akan melihat dengan seksama dan berkata, “Pakaian seperti itu...”

Aneh.

Sungguh aneh.

Sepertinya dia adalah hantu yang hanya terlihat oleh Sakuta.

Keringat dingin muncul di punggungnya.

Meskipun bergejolaknya Sakuta, bunny girl itu meraih sebuah buku lalu pindah ke pojok belajar di belakang.

Dalamm perjalanan, dia melihat seorang mahasiswa yang sedang belajar dan menjulurkan lidahnya dengan cara nakal. Setelah itu, dia melambaikan tangannya di depan wajah orang dewasa, yang sedang mengerjakan tablet PC-nya, untuk memastikan bahwa dia tidak terlihat. Ketika keduanya tidak bereaksi, dia tersenyum dengan ekspresi puas.

Dia lalu duduk di kursi kosong di ujung meja.

Seorang mahasiswa laki-laki yang duduk di depan bunny girl itu tidak memperhatikannya. Bahkan saat dia mengangkat bagian dada baju leotard-nya yang terjatuh, tidak ada reaksi. Tentunya, itu di bidang penglihatan si mahasiswa, namun...

Setelah beberapa saat, mahasiswa menyelesaikan belajarnya dan bersiap kembali ke rumah seolah tidak ada yang terjadi. Seolah tidak ada yang terjadi, dia pergi dari perpustakaan. Sambil berjalan ke pintu keluar, dia tidak melirik dadanya.

...

Merasa tidak yakin, Sakuta duduk di kursi kosong tempat mahasiswa itu tadinya duduk.

Dia menatap bunny girl di depannya. Dia menatapnya dari bahu telanjangnya ke lekuk lembut lengannya. Dari kulit pucat lehernya sampai ke dadanya. Setiap napas yang dia ambil sangat sensual, dan berbeda dengan suasana perpustakaan yang serius, Sakuta mulai merasa aneh. Tidak, dia sudah merasa aneh.



Setelah beberapa saat, dia mendongak dari buku yang sedang dibacanya dan tatapan mereka bertemu.

“...”

“...”

Keduanya berkedip dua kali.

Dia yang pertama kali berbicara.

“Aku terkejut.”

Suaranya memiliki sedikit kenakalan di dalamnya.

“Sepertinya kamu masih bisa melihatku.”

Dia menyatakan seolah orang lain tidak dapat melihatnya dengan normal.

Dia mungkin benar.

Sebenarnya, orang-orang di sekitarnya tidak memperhatikan kehadirannya meskipun dia benar-benar berbeda.

“Baiklah kalau begitu.”

Dia menutup bukunya dan kemudian mulai berdiri.

Kurang lebih ini adalah perpisahan. Dia bertemu dengan orang aneh hari ini, dan ini akan menjadi cerita lucu untuk lain kali. Namun, ada satu alasan yang mengganggunya.

Masalahnya adalah Sakuta mengenalnya.

Dia adalah senpai di SMA-nya. Siswa kelas tiga di SMA Minegahara. Dia bisa mengatakan namanya. Dia tahu nama lengkapnya.

Sakurajima Mai.

Itulah nama bunny girl itu.

“Um...”

Saat dia hendak pergi, dia mengeluarkan suara kecil ke arah punggungnya yang pucat.

Kakinya berhenti tiba-tiba.

Dia menatapnya, diam-diam bertanya, “Apa?”

“Kamu Sakurajima-senpai, kan?”

Saat dia mengucapkan namanya dengan keras, dia waspada dengan volume suaranya.

“...”

Mata Mai bergetar kaget sesaat.

“Untukmu memanggilku dengan nama itu, apakah kamu murid SMA Minegahara?”

Mai duduk di kursinya lagi. Dia menatap lurus ke arah Sakuta.

“Aku Azusagawa Sakuta dari kelas 2-1. ‘Azusagawa’ berasal dari daerah layanan Azusagawa, dan ‘Sakuta’ berasal dari ‘mekar’ dan ‘talas’.”

“Aku Sakurajima Mai. ‘Sakurajima’ berasal dari ‘Sakurajima Mai’ dan ‘Mai’ berasal dari ‘Sakurajima Mai’.”

“Aku tahu. Senpai, kamu adalah orang yang terkenal.”

“Begitukah.”

Merasa tidak tertarik, Mai meletakkan pipinya di tangannya dan mengalihkan tatapannya ke jendela. Sambil mencondong sedikit ke depan, belahan dadanya ditekan. Tentunya, matanya tertarik pada belahan dadanya. Itu adalah pemandangan yang menyenangkan.

“Azusagawa Sakuta.”

“Ya.”

“Aku akan memberimu nasihat.”

“Nasihat?”

“Lupakan apa yang kamu lihat hari ini.”

Mai melanjutkan kata-katanya bahkan sebelum Sakuta bisa mengucapkan sepatah kata pun.

“Kalau kamu menceritakan hal ini kepada siapa pun, orang akan mengira kamu itu orang aneh, dan kamu akan menjalani kehidupan yang aneh.”

Aku mengerti, itu memang seperti nasihat.

“Juga, jangan pernah berbicara denganku atau menyangkut pautkan dirimu denganku.”

“...”

“Kalau kamu mengerti, katakan ‘Ya’.”

“...”

Mai menunjukkan ekspresi jengkel pada Sakuta yang diam. Namun, dia kembali ke ekspresi malasnya dan berdiri dari tempat duduknya. Setelah itu, dia mengembalikan buku itu ke rak dan berjalan menuju pintu keluar perpustakaan.

Tidak ada yang memperhatikan Mai. Pustakawan melanjutkan pekerjaan mereka diam-diam saat dia melewati loket sewa dalam perjalanannya menuju pintu keluar. Hanya Sakuta yang terpesona dengan stoking hitamnya yang melingkari kakinya yang ramping.

Ketika Mai tidak bisa lagi terlihat, Sakuta menempelkan wajahnya ke meja.

“Bahkan jika dia menyuruhku untuk melupakannya.”

Dia berkata pada dirinya sendiri.

“Dengan sosok seperti itu, tidak mungkin bisa dilupakan.”

Kulit telanjang dan seksi dari bahunya yang telanjang ke dadanya. Saat Mai meletakan pipinya di tangannya, dia menekankan belahan dadanya. Aroma yang wangi tetap ada di udara.

Sebuah suara kecil terdengar berbisik kepada Sakuta. Dia melihat langsung ke tempat dia berada, dan bagian laki-laki Sakuta tiba-tiba sangat sehat dan terstimulasi.

Jadi, dia tidak bisa bangun karena dia sadar akan orang lain.

Dia harus duduk di sana seperti orang dewasa untuk sementara.

Karena itu, dia tidak bisa mengejar Mai, meski dia memiliki banyak pertanyaan untuk ditanyakan padanya.




─̶─Part I END─̶─


Prev | ToC | Next